Dusun Holiang: Kaya SDA, Minim Infrastruktur dan Bangku Pendidikan
Fasilitas Umum dan Infrastruktur
Dusun Holiang juga adalah salah satu wilayah yang hingga saat ini belum pernah merasakan disinari oleh cahaya lampu yang berbinar. Pasalnya, di daerah tersebut belum ada aliran listrik.
Untuk saat ini mereka hanya menggunakan sinar yang berasal dari tenaga surya dan lampu pelita. Untuk cahaya dari tenaga surya biasanya bisa digunakan maksimal 9 jam.
“Tidak ada listrik, cuman pakai lampu dari tenaga surya sama lampu pelita (lilin dari minyak tanah). Kalau tenaga surya biasanya jam 7 sudah mati. Kira-kira bisa sampai 9 jam kalau dari pagi dinyalakan,” ungkap Nur.
Dalam hal ini, Nur berharap agar pemerintah bisa memprioritaskan lokasi jalan dan listrik. Karena menurutnya, jalan itu sangat penting, karena masyarakat selalu kesusahan kalau mau ke kota untuk memenuhi kebutuhan ataupun berobat, dan untuk kembali ke Holiang.
“Jalan sama listrik. Karena susah sekali kasian jalannya. Baru kita jauh sekali kalau mau berobat. Puskesmas di sini tidak ada, pasar tidak ada. Jadi kami harus ke sana,” harap Nur.
Bangku Pendidikan
Kaya akan sumber daya alam (SDA), namun Dusun Holiang juga memiliki kekurangan, salah satunya yakni dalam bidang pendidikan. Bangku pendidikan yang ada di Holiang sendiri hanya Sekolah Dasar (SD).
Sehingga setelah lulus SD, beberapa peserta didik harus menempuh pendidikan yang lebih tinggi di kota. Itu pun dilakukan bagi mereka yang memiliki kemampuan ekonomi yang baik.
“Cuman SD, SD 144 Holiang. Jadi kalau lulus ya sudah selesai. Tapi ada juga yang lanjut di kota. Karena di sini kasian tidak semua orang mampu,” ujarnya sembari tersipu malu.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, untuk saat ini peserta didik yang menempuh pendidikan di SD 144 Holiang ada sebanyak 21 peserta didik, dan telah terdaftar di Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan.
Adapun tenaga pendidiknya ada sekitar 6 orang. Satu orang diantaranya merupakan pegawai negeri sipil, dan lima tenaga pendidik lainnya adalah tenaga honorer.
Dalam kegiatan sehari-hari dalam melaksanakan tugasnya, para tenaga pendidik dibantu oleh relawan-relawan dari berbagai komunitas pengajar, salah satunya yakni Wanua Panrita.