LKBHMI Gowa: Razia Buku di Gramedia Makassar Tindakan Primitif

waktu baca 2 menit

bukabaca.id, Makassar – Razia oleh beberapa oknum di salah satu toko buku Gramedia di Kota Makassar menuai kritikan dari kalangan aktivis. Dianggap sebagai tindakan primitif dan prematur.

Razia buku itu menimbulkan berbagai macam reaksi dan tanggapan dalam masyarakat. Salah satunya Pengurus Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Gowa Raya, Fajar Nur.

Fajar mengatakan, tindakan yang dilakukan oknum itu tanpa mengetahui apa sebenarnya yang ditolak dari keberadaan buku-buku yang dianggap menyesatkan masyarakat.

“Saya tidak tahu persis apa yang menjadi dasar pemikirannya sehingga mereka yang terlibat itu menolak keberadaan buku-buku bacaan yang menambah wawasan kita,” kata Fajar dalam rilis pers yang diterima bukabaca.id, Senin (5/9/2019).

“Kalau razia buku tersebut dilakukan hanya dengan berasumsi bahwa buku-buku (marxisme, leninisme, dan sebagainya) semacam itu menyebarkan paham radikalisme sehingga berdampak pada hilangnya keakraban antar warga negara atau tersesatnya warga negara karena mengkonsumsi buku bacaan tersebut, artinya presiden kita yang pertama (Soekarno) dan keempat (Abdurrahman Wahid) termasuk yang menyebarkan paham paham radikalisme,” bebernya.

“Soekarno misalnya, menulis buku tentang di bawah bendera revolusi yang pada intinya, pandangan dan pemikiran Soekarno sangat terpengaruh oleh paham marxisme, terdorong rasa keprihatinannya akan nasib sebagian besar rakyat Indonesia yang adalah kaum proletar dan buruh jajahan asing dan kaum kapitalis. Sedangkan, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) justru [residen yang dianggap paling kontroversial karena mengusulkan pencabutan TAP MPRS Nomor XXV/1966 mengenai pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pelarangan penyebaran ajaran marxisme/leninisme serta komunisme di Indonesia,” kata Fajar.

“Terakhir, saya sependapat dengan pemikiran Roy Murtadho dalam akhir tulisanya tentang -Iqra: Perintah Membaca dan Phobia Komunisme. Harusnya kita sebagai warga negara melihat pemikiran apapun, demikian juga paham-paham ataupun ideologi, sebagai hasil eksperimen pemikiran dan praktik politik. Pertama-tama haruslah diletakkan secara objektif sebagai pengetahuan yang wajib dipelajari sebelum menerima atau menolaknya. Yang mengecewakan adalah ketika ada anjuran untuk menjauhi pemikiran tertentu, bahkan memusuhi pemikiran tertentu, tanpa mereka tahu apa isi dan kandungan yang mereka musuhi. Tanpa aktivitas ilmiah maka warga negara hanya sekadar kumpulan masyarakat impulsif dan histeria,” tutur Sekretaris Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam Cabang Gowa Raya itu.

Kontroversi Razia buku yang dilakukan oleh beberapa orang pemuda tersebut viral lewat video yang beredar di media sosial (WhatsApp). Hal itu menimbulkan reaksi dan kecaman dari berbagai kalangan masyarakat khususnya para aktivis. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *